Hikmah di Balik Musibah: Aku Sama dengan Anak 1,5 Tahun


Hikmah di Balik Musibah, bencana, musibah, manfaat, ujian, kasih sayang

Pagi ini aku mendapatkan sebuah hikmah di balik musibah. Anakku menangis ingin keluar bermain tapi tak kuijinkan. Tangisannya membuatku berpikir, ‘ternyata aku sama dengan anak umur 1,5 tahun.’

Musibah bagi Anakku

Setiap jam 5 pagi anakku selalu minta keluar rumah. Dia senang jalan-jalan. Tapi tidak pagi itu.

“Kobongan! Kobongan! Kobongan!”
– Kebakaran! Kebakaran! Kebakaran!

Beberapa orang terlihat lari sambil berteriak. Jaraknya cukup jauh dari rumahku. Tapi asap hitam terlihat naik dari belakang rumah.

Tidak lama, bau asap masuk hidungku. ‘Ini berbahaya’ menurutku. Tapi tentu saja tidak menurut anakku. Usianya 1,5 tahun.

Ia sudah menunjuk jarinya ke depan rumah. ‘Aku mau keluar Ayah’, mungkin itu yang mau diucapkannya.

“Jangan Nak, ada kebakaran, banyak asap, nanti kamu sakit”. Ucapku membujuk.

“Hua hua hua hua!!” Tangisnya pecah. Aku gendong, aku elus punggungnya untuk menenangkan. Tapi tangisnya tak berhenti. “Hua hua hua!!”

Dua menit kemudian ia berhenti menangis. Melihat ayahnya tak bergeming mungkin membuatnya berpikir menangis tak ada gunanya.

Ia tidak bisa keluar jalan-jalan pagi ini adalah musibah. Sebaik apapun penjelasan manfaat yang kuberikan, ia tetap mau keluar rumah.

Baca juga:

Maaf, Law of Attraction itu nonsense Menurutku

Belum Memahami Hikmah di Balik Musibah

Sekilas, tentu saja ini logis. Mana mungkin anak usia 1,5 tahun bisa memahami bahaya asap? Ia belum punya pemahaman yang cukup di pikirannya.

Maka aku pun berpikir, ‘Bukankah ini sama dengan manusia dewasa?’

Setua apapun usianya, saat seseorang tidak bisa memahami hikmah di balik musibah, ia akan tetap merasa gampang sedih, kecewa, stres bahkan depresi saat ditimpa musibah.

Dua Hikmah Penting, Ujian dan Kasih Sayang Allah

Musibah itu membawa dua manfaat penting menurutku, ujian dan kasih sayang Allah.

Ketika seorang pria berkata kepada seorang wanita, “Aku mencintaimu”. Apakah wanita itu langsung percaya? Bila ia wanita sehat dan cerdas, ia butuh bukti.

“Kapan kamu datang menemui orang tuaku untuk melamar?” Kalimat ini adalah ujian bagi lelaki. Pernyataannya harus diuji. Ia butuh memberi bukti.

Aku sudah memberikan pernyataan, “Asy hadu an laa ilaaha illaa Allah, wa asy hadu anna Muhammadan rasulullah.” Ini baru pernyataan.

Buktinya? Dimunculkan musibah. Apakah setelah muncul musibah, aku tetap yakin Allah sajalah yang pantas kusembah dan kutaati? Atau aku pergi ke dukun atau meminta ke kuburan?

Apakah setelah muncul musibah, aku tetap mengikuti contoh dari Rasulullah saw? Musibah itu ujian.

Berikutnya, musibah itu bentuk kasih sayang Allah? Bagaimana bisa?

Kalau mau bertemu calon mertua, apa yang akan kau lakukan?

Mandi, pakai baju terbaik, wangi-wangian. Semua demi bertemu calon mertua. Bagaimana kalau kau mau bertemu dengan orang yang jauh lebih kau hormati. Tentu kau berusaha lebih.

Allah Maha Suci, maka yang bisa berjumpa di akhirat kelak adalah yang suci.

Maksiat adalah noda. Makanya ada muslim yang masuk neraka. Mereka ini masih punya noda dari maksiat di dunia. Membersihkan nodanya saat di akhirat, ya masuk neraka (na’udzubillah min dzalik)

Sebenarnya aku diberi kesempatan membersihkan noda maksiat waktu di dunia. Caranya, Allah memberiku musibah. Musibah itu menghapus dosa maksiatku.

Itu adalah cara Allah berkasih sayang denganku. Ia tidak ingin aku masuk neraka, makanya dosaku dibersihkan di dunia.

Apakah tidak Boleh Bersedih?

Siapa yang bilang tidak boleh bersedih atau menangis? Rasulullah adalah makhluk Allah yang paling bertakwa. Beliau juga sedih saat ditinggal Khadijah istri tercinta. Beliau juga sedih saat ditinggal Ibrahim sang anak tersayang.

Berarti sedih dan menangis itu boleh. Karena Rasulullah juga bersedih dan menangis.

Yang tidak boleh adalah berputus asa, sedih berkepanjangan, seolah-olah Allah tidak ada. Padahal sebenarnya Allah sangat cinta hambaNya.

Bila tak memahami hikmah di balik musibah, aku akan gampang merasa sedih. Sama seperti anak usia 1,5 tahun. Tapi bila memahami manfaat di baliknya, aku justru akan bersabar dan bersyukur.

Wallahu a’lam.

Bagaimana menurutmu kawan?